Strategi baru The Body Shop Dalam Mengkampanyekan Lingkungan
Salah satu brand kosmetik yang gencar mengampanyekan isu sosial dan lingkungan adalah The Body Shop. Dikutip dari thebodyshop.com (2015), perusahaan kosmetik berskala internasional ini didirikan oleh Dame Anita Lucia Roddick pada tahun 1976. Wanita yang lahir di Littlehampton, Inggris pada tahun 1942, pertama kali membuka toko Body Shop di halaman belakang rumahnya, di Brighton. Toko pertamanya sangatlah sederhana, kental dengan nuansa alam yang ditunjukkan dari penempatan tanaman hijau di setiap sudut toko. Untuk mengemas seluruh produk kosmetiknya, dari awal berdiri Body Shop hingga saat ini, Anita menerapkan penggunaan wadah daur ulang dengan tujuan mengurangi limbah sampah pada produk-produknya. Tidak butuh waktu yang lama bagi Anita untuk mengembangkan toko waralabanya. Dua tahun kemudian, dibuka gerai The Body Shop pertama, yang berada di Brussels, Belgia. Sejak saat itu, perusahaan Anita tersebar ke berbagai daerah di 65 negara dengan total toko pada tahun 2015 sebanyak 3.102 toko (Loreal-finance.com, 2015).
Setelah sukses menjalankan bisnisnya, Anita yang sejak kecil didik dengan jiwa sosial tinggi, menjalankan bisnisnya dengan tidak terlepas dari isu-isu kemanusiaan, sosial dan lingkungan. Hal inilah yang kemudian menjadi slogan The Body Shop, “We believe business can be both profitable and responsible”. Selama perjalanan karier bisnisnya, Anita telah melakukan berbagai macam kampanye, mulai dari kampanye “Save The Whale” pada tahun 1986 yang bekerjasama dengan Greenpeace. Setahun kemudian, The Body Shop mulai menjalankan program Community Trade dengan membeli hasil karya masyarakat India Selatan dan membayarnya sesuai upah yang adil baik bagi produsen maupun konsumen. Masih di tahun 1986, Community Trade pertama The Body Shop adalah produk relaksasi kaki yang diproduksi oleh Teddy Exports di India. Sejak saat itu, The Body Shop berkomitmen untuk terus memasok bahan-bahan industri kosmetiknya dari produsen-produsen kecil, pekerja perempuan dan kaum difabel di berbagai negara, dengan menerapkan sistem fair payments dan fair price.
Memasuki usianya yang ke-40 di tahun 2016 ini, The Body Shop mengubah nilai-nilai lamanya, yakni Against Animal Testing, Activate Self Esteem, Defend Human Rights, Protect Our Planet dan Support Community Trade menjadi sebuah komitmen global yang lebih kuat lagi, yaitu Enrich Not Exploit (It’s in our hand). Komitmen global yang diusung The Body Shop pada 2016 ini diartikulasikan ke dalam 14 program yang akan dijalankan. 14 program ini merupakan bagian dari 3 pilar komitmen Enrich Not Exploit (It’s in our hand), yakni:
1. Enrich Our People
The Body Shop berkomitmen untuk menyingkirkan stereotip dalam dunia kecantikan, merayakan keberagaman manusia dan membayar harga yang adil untuk rekan komunitas pemasoknya danberusaha semaksimal mungkin untuk selalu mendukung pekerja The Body Shop tumbuh selayaknya seorang manusia.
2. Enrich Our Products
The Body Shop berkomitmen untuk selalu memberikan manfaat di dalam produk-produknya, memperkaya dan menutrisi tanpa memberikan janji yang menyesatkan. Produk The Body Shop terinspirasi dari keanekaragaman hayati dan kebudayaan masyarakat di seluruh dunia.
3. Enrich Our Planet
The Body Shop berkomitmen secara aktif membantu meningkatkan kekayaan hayati tempat bahan dasar alaminya berasal, dengan cara melakukan berbagai macam aksi dan kampanye untuk melestarikan kekayaan alam (The Body Shop, 2016).
Green Marketing atau pemasaran hijau yang dilakukan oleh The Body Shop melalui kampanye-kampanyenya, tentu tidak hanya bertujuan menjaring konsumen lebih banyak lagi, namun juga dapat meningkatkan kesadaran nilai produk demi keselamatan lingkungan. Selain itu, green marketing atau pemasaran ramah lingkungan yang dilakukan The Body Shop juga untuk mengembangkan produk yang lebih aman bagi lingkungan, menekan limbah bahan baku dan energi, mengurangi kewajiban akan masalah lingkungan hidup dan meningkatkan efektifitas biaya dengan memenuhi peraturan lingkungan hidup untuk memiliki citra perusahaan yang baik (Heizer dan Render, 2006).
Uniknya, The Body Shop menciptakan citra perusahaan tanpa menggunakan iklan konvensional, maka jangan heran jika iklan produk The Body Shop jarang atau bahkan tidak pernah muncul di televisi. The Body Shop mengandalkan label mereka yang kuat tentang sikap peduli lingkungan. Sikap-sikap ini ini terwujud melalui citra merek ramah lingkungan langsung pada produknya yang tidak diujicobakan pada hewan, pada kemasan yang dapat diisi dan didaur ulang. Staff yang antusias dan beberapa program kampanye yang menggandeng konsumen berpartisipasi dalam kepedulian terhadap lingkungan hidup (Keller, 2003 dalam Kahle dan Kim, 2006).
Penutup
The Body Shop merupakan salah satu perusahaan yang dianggap sukses dalam mengampanyekan kepeduliannya terhadap lingkungan. Tidak hanya sebagai strategi marketing untuk menarik minat konsumen, namun juga hal ini merupakan salah satu wujud tanggungjawab perusahaan kepada masyarakat dan alam. Perusahaan industri yang sering jadi kambing hitam dalam berbagai masalah lingkungan, harus ikut berperan serta dalam membangun kesadaran setiap insan, dan bergerak bersama untuk membawa alam pada kondisi yang lebih baik.
Strategi green marketing yang diterapkan oleh The Body Shop sebagai salah satu perusahaan yang berkecimpung di industri kosmetik setidaknya dapat menjadi sebuah bukti nyata bahwa ternyata ada perusahaan global yang masih membuka matanya terhadap isu-isu lingkungan dan sosial. Melalui green marketing pula, persuasi kepada masyarakat untuk menyadari bahwa alam ada bukan sebagai objek yang dieksploitasi, melainkan untuk dicintai demi mencapai keseimbangan hidup. Selain itu, produk-produk kosmetik The Body Shop menjadi implementasi nyata dari praktek ekofeminisme dan jalur bagi perempuan untuk ikut serta dalam perbaikan alam. Anita Roddick sebagai sosok perempuan hebat di balik The Body Shop menjadi bukti nyata tentang lunturnya konsep patriarki dan dominasi terhadap perempuan serta alam.
Kesadaran terhadap pentingnya menjaga alam memang patut menjadi kesadaran yang permanen, mengingat kondisi alam sudah tidak seperti dulu lagi. Bukan tentang bagaimana dia merusak, tetapi tentang bagaimana kita menjaga. Karena alam bukan hanya milik segelintir orang, tetapi milik kita bersama.
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar